Kamis, 01 April 2010

SIFAT-SIFAT SYETAN - IBLIS


Pengertian Syetan dari kata syaithona yang berarti jauh dari kebenaran, Iblis dari kata "Ablasa-Yublisu-ilbisan" yang berarti tidak punya kebaikan (putus asa/Frustasi), keduanya adalah jenis makhluk halus, dan tidak semua orang di izinkan oleh Allah melihatnya seperti rasullullah, yang ada hanyalah sifat-sifat mereka yang masuk ke dalam hati dan rohani kita. Dalam sebuah riwayat di ceritakan bahwa mereka melawan perintah Allah dengan tidak mau bersujud dihadapan nabi Adam (manusia) dan sejak kejadian itu setan di usir dan ditempatkan ke dalam neraka, namun dasar setan/iblis mereka mengajak Allah SWT face to face (empat mata) dengan mengadakan perjanjian, diantaranya :
  1. Bersedia di dalam neraka asal bersama anak cucu nabi Adam yang mau mengikuti kehendak mereka.
  2. Bersedia di dalam neraka selamanya asal diberi kesempatan untuk mengajak anak cucu nabi Adam bermain-main dengan nafsu yang ditawarkan oleh mereka (setan/iblis).
  3. Bersedia di dalam neraka dengan mengajak bermain anak cucu nabi Adam yang mau masuk ke komunitas mereka (Neraka Genk).
  4. Meminta disediakan fasilitas berupa darah, hati dan jiwa manusia, karena itulah jalur yang bisa dimasuki oleh iblis / syetan.
  5. Meminta Umur panjang sampai hari akhir / hari kiamat. 

“Iblis mengatakan : Tuhanku, karena Engkau telah menilaiku sesat, niscaya akan kuhiasi kehidupan manusia di dunia dan akan kusesatkan mereka semua, kecuali hamba-hambaMu di antara mereka yang ikhlas hidup mentaati petunjuk-petunjukMu” (QS. Al Hijr : 39-40)

Ke-lima point perjanjian tersebut langsung di legalisir oleh Allah dengan satu jawaban " Silahkan saja ", dan Allah pun menurunkan firman-nya kepada umat manusia yaitu :


" Sesungguhnya setan adalah musuh bagimu (manusia), maka anggaplah ia musuh(mu),karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (al-faathir : 6)



 "Sesungguhnya syetan itu berjalan dalam diri manusia menurut perjalanan darahnya". (HR. Bukhari dan Muslim)

15 Intisari Sifat-sifat setan/iblis yang merasuk kedalam hati/jiwa manusia adalah:

  1. Sombong / tinggi hati.
  2. Angkuh.
  3. Congkak.
  4. Sesat. 
  5. Pembohong / dusta / sumpah palsu.
  6. Ingkar janji.
  7. Iri Hati / Dengki.
  8. Pembenci / Pendendam. 
  9. Mungkar / Murtad. 
  10. Pengkhianat
  11. Nafsu Lawwamah (marah,riak,sombong,fitnah,suka membicarakan aib orang lain,cinta harta dunia dan tahta)
  12. Tertutup-nya semua panca indera dari kebaikan (mata, telinga, tangan, kaki, Mulut/lisan, dll).
  13. Malas beribadah (ini pekerjaan dan tugas dari bala tentara setan / iblis bernama " Mutawaqi " agar manusia enggan mengerjakan sholat)
  14. Perusak Iman (Mengajak untuk bermaksiat, musyrik, kafir, dll)
  15. Bertindak melampui batas kekuasaan Allah.
Pernah saya diterangkan oleh seorang kyai bahwa 15 sifat diatas bila diuraikan lebih dalam maka menjadi 72 sifat jelek manusia terutama kaum muslim, ayo sampai sini siapa yang mau bermain-main dengan setan / iblis ???


Neraka yang disediakan oleh Allah jika kita menjadi Follower setan / iblis adalah " NERAKA JAHANAM " yang terdiri dari 7 pintu neraka (Tercantum dalam Kitab Suci Al-Qur'an) :
  1. Pintu Neraka Hawiyah : untuk orang yang sedikit amal kebajikannya (Al-Qoriah : 8-11).
  2. Pintu Neraka Jahim : untuk orang yang sesat / menyekutukan Allah (Al-Syu'arra : 91-93),(As-Syaaffaat : 68-70)
  3. Pintu Neraka Saqar : untuk orang yang takabur / sombong dan berpaling dari kebenaran (Al-Muddatstsir : 23-29).
  4. Pintu Neraka Lazhaa : untuk orang yang tidak mau mengeluarkan Zakat(Al-Ma'aarij : 23-29).
  5. Pintu Neraka Hutamah : untuk orang yang kikir, baghil dan suka menghitung-hitung harta (cinta harta dunia), sehingga tidak mau berkorban dijalan agama (Al-Humazah : 1-7). 
  6. Pintu Neraka Sa'ir : untuk orang yang kafir, orang yang suka memakan harta orang lain, dan orang yang punya hati dengki (Al-Ahzab : 3-4),(An-nisaa' : 10).(Al-Fath : 13)
  7. Pintu Neraka Wail : untuk orang yang suka berbuat curang, suka mengurangi beban timbangan dalam jual beli (Al-Muthaffifin : 1-6, 11-12).
Waduh terlalu panjang ya artikel-nya ya.udah cukup sampai disini nanti disambung lagi, kan masih bulan ramadhan, jadi pondok ala blog masih bisa dilanjutkan. Yang jelas jangan suka menuruti apa kata setan/iblis nanti bisa-bisa nikmat akherat-nya lenyap jadi sengsara.
wassalamualaikum wr. wb.
by :ega kosasih from :pras2009.blogspot.com

TAQDIR


Taqdir Allah adalah ketentuan yang telah Allah tetapkan. Bahkan jauh sebelum semua makhluq diciptakan, Allah telah menuliskan semua taqdir makhluqnya dari permulaan masa hingga hari akhir.

Namun harus kita pahami bahwa taqdir itu tidak ada yang tahu kecuali hanya Allah. Jadi kita tidak bisa mengatakan –misalnya- bahwa saya ini tidak bisa jadi kaya karena taqdir Allah. Sebab dari mana kita tahu bahwa di masa yang akan datang itu kita tetap miskin? Jadi bagi manusia dan semua makhluq yagn namanya taqdir Allah itu adalah hal ghaib dan misteri. Karena itu haram hukumnya seseorang berpangku tangan tidak berusaha dengan alasan sudah taqdir. Padahal Allah sendiri sebagai Penulis Taqdir telah memerintahkan kita untuk berusaha dan bekerja serta berikhtiar. Karena itu menyalahkan taqdir adalah dosa karena melawan perintah Allah.

Jauh hari sebelum kita, orang-orangdahulu pun pernah berselisih paham tentang takdir ini menjadi dua kubu yang ekstrem. Yang pertama yang menyerahkan semua pada taqdir, tidak mau bekerja dan berusaha. Yang kedua yang tidak percaya pada taqdir dan berpendirian bahwa manusia 100% menentukan apa yang akan terjadi. Bagi Ahlussunnah wal jamaah, posisi yang benar adalah diantara keduanya, yaitu tidak menafikan taqdir tetapi tetap berusaha.

Orang yang bunuh diri tidak keluar dari taqdir Allah, karena kita baru tahu apakah suatu kejadian itu merupakan taqdir dari Allah atau bukan setelah kejadian itu berlangsung. Jadi bagaimana kita tahu bahwa orang bunuh diri itu takdirnya bukan seperti itu ? Apakah kita bisa tahu taqdir dari Allah sebelumnya sehingga bisa mengatakan bahwa taqdirnya tidak mati bunuh diri, tapi mati di tempat lain.

Sehingga `jatah` manusia bukanlah untuk mempertanyakana apakah suatu kejadian itu sudah sesuai dengan taqdir Allah atau tidak. Tetapi jatah kita hanyalah berusaha untuk mendapatkan kebaikan, kesehatan, keselamanat, keamanan dan semua yang baik-baik. Usaha itu sendiri merupakan perintah Allah.

Dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW bersbda,”Tidak ada seorang pun dari kamu melainkan telah dicatat / ditentukan tempat kembalinya, ke surga atau ke neraka”. Para shahabat bertanya,”Kalau begitu sebaiknya kita meninggalkan ibadah dan amal lalu bertawakal saja ?”. Rasulullah SAW bersabda,”Beramallah, karena semua orang dimudahkan oleh Allah sesuai dengan penciptaannya”. (HR. Bukhari, Muslim)

Konsep taqdir.

Taqdir itu memiliki empat tingkatan yang semuanya wajib diimani.

a. Al-`Ilmu, bahwa seseorang harus meyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik secara global maupun teperinci. Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi. Karena segala sesuatu diketahui oleh Allah, baik yang detail maupun jelas atas setiap gerak-gerik makhluknya.

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya , dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata "(QS. Al-an`am 59)

b. Al-Kitabah

Bahwa Allah mencatat semua itu dalam lauhil mahfuz, sebagaimana firman-Nya :

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab . Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.(QS. Al-Hajj : 70)

c. Al-Masyiah (kehendak)

Kehendak Allah ini bersifat umum. Bahwa tidak ada sesuatu pun di langit maupun di bumi melainkan terjadi dengan iradat / masyiah (kehendak / keinginan) Allah SWT. Maka tidak ada dalam kekuasaannya yang tidak diinginkannya selamanya. Baik yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Zat Allah atau yang dilakukan oleh makhluq-Nya.

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia. (QS. Yasin : 82)

Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada diantara mereka yang beriman dan ada di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.(QS. Al-Baqarah : 253)

d. Al-Khalqu

Bahwa tidak sesuatu pun di langit dan di bumi melainkan Allah sebagai penciptanya, pemiliknya, pengaturnya dan menguasainya.

Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya.(QS. Az-Zumar : 2)

Wallahu a‘lam bis-shawab.
posted by [A]will(ega kosasih)

Muhasabah Ibnul Qoyyim

Penulis Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah
Syariah Oase 21 - Februari - 2005 19:55:24

Muhasabah pada jiwa ada dua macam: sebelum beramal dan setelah beramal.
Muhasabah sebelum beramal yaitu hendak seseorang menahan diri dari keinginan dan tekad utk beramal tdk terburu-buru berbuat hingga jelas bagi bahwa jika ia mengamalkan akan lbh baik daripada meninggalkannya.
Al-Hasan rahimahullah mengatakan: “Semoga Allah merahmati seorang hamba yg berhenti saat bertekad . Jika krn Allah mk ia terus melaksanakan dan jika krn selain-Nya ia mengurungkannya.”
Sebagian mereka menjabarkan ucapan beliau seraya mengatakan: “Jika jiwa tergerak utk mengerjakan suatu amalan dan seorang hamba bertekad melakukan mk ia berhenti sejenak dan melihat apakah amalan itu dlm kemampuan atau tidak? Jika tdk dlm kemampuan mk tdk dilakukan tapi kalau mampu mk ia berhenti lagi utk melihat apakah melakukan lbh baik daripada meninggalkan atau meninggalkan lbh baik?
Kalau yg kedua mk ia tdk melakukannya. Kalau yg pertama mk ia berhenti utk ketiga kali dan melihat: apakah pendorong adl keinginan mendapatkan wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan pahala atau sekedar kedudukan pujian dan harta dari makhluk? Kalau yg kedua mk ia tdk melakukan walaupun akan menyampaikan pada keinginan agar supaya jiwa tdk terbiasa berbuat syirik dan tdk terasa ringan utk beramal demi selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena seukuran ringan dlm beramal utk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala seukuran itu pula berat dlm beramal utk Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga hal itu menjadi sesuatu yg paling berat buatnya.
Kalau ternyata pendorong amal adl krn Allah Subhanahu wa Ta’ala mk ia berhenti lagi dan melihat: apakah ia akan dibantu dan ia dapati orang2 yg membantu –jika amalan itu memang membutuhkan bantuan orang lain– atau tdk ia dapatkan? Kalau tdk didapati yg membantu hendak ia menahan dari amalan tersebut. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan diri utk berjihad ketika di Makkah hingga beliau mendapatkan orang yg membantu dan punya kekuatan. Kalau ia mendapatkan orang yg membantu mk lakukanlah niscaya ia akan ditolong. Dan keberhasilan tdk akan lepas kecuali dari orang yg melewatkan satu perkara dari perkara-perkara tadi. Jika tdk mk dgn terkumpul semua perkara itu niscaya takkan lepas keberhasilannya.”
Demikian empat keadaan yg seseorang butuh utk memuhasabah jiwa sebelum beramal. Tidak semua yg ingin dilakukan oleh seorang hamba itu mampu dilakukan dan tdk tiap yg mampu dilakukan itu berarti melakukan lbh baik daripada meninggalkannya. Dan tdk tiap yg demikian itu ia lakukan krn Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak pula tiap yg dilakukan krn Allah Subhanahu wa Ta’ala ia akan mendapatkan bantuan. mk jika ia bermuhasabah pada diri akan jelas bagi apa yg dilakukan dan apa yg akan ditinggalkan.
Berikut adl muhasabah setelah beramal terbagi dlm tiga macam:
Pertama: muhasabah pada amal ketaatan yg ia tdk memenuhi hak Allah pada di mana ia tdk melakukan sebagaimana semestinya.
Hak Allah Subhanahu wa Ta’ala pada sebuah amal ketaatan ada enam: ikhlas dlm beramal niat baik kepada Allah mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuat baik pada mengakui ni’mat Allah Subhanahu wa Ta’ala pada menyaksikan ada kekurangan pada diri dlm beramal. Setelah itu semua mk ia memuhasabah diri apakah ia memenuhi hak-hak itu dan apakah ia melakukan ketika melakukan ketaatan itu?
Kedua: muhasabah jiwa dlm tiap amalan yg lbh baik ditinggalkan daripada dikerjakan.
Ketiga: muhasabah jiwa dlm perkara yg mubah atau yg biasa. Mengapa ia melakukannya? Apakah ia niatkan krn Allah dan negeri akhirat sehingga ia beruntung? Atau ia inginkan dengan dunia dan balasan yg cepat sehingga ia kehilangan keberuntungan itu?
Orang yg membiarkan amal tdk bermuhasabah berlarut-larut serta memudah-mudahkan perkara sungguh ini akan menyampaikan diri kepada kebinasaan. Inilah kondisi orang2 yg tertipu. Ia pejamkan dua mata utk melihat akibat amalan membiarkan berlalu keadaan dan hanya bersandar pada ampunan sehingga ia tdk bermuhasabah dan tdk melihat akibat amalnya. Kalau ia lakukan itu mk akan mudah melakukan dosa merasa tenang dengan dan akan kesulitan menghindarkan diri dari dosa. Kalau ia sadari tentu akan tahu bahwa menjaga itu lbh gampang daripada menghindari dan meninggalkan sesuatu yg menjadi kebiasaan.
Pokok dari muhasabah adalah: ia memuhasabah dirinya. Terlebih dahulu pada amalan wajib kalau ia ingat ada kekurangan pada diri mk segera menutupi mungkin dgn meng-qadha atau memperbaikinya. Lalu ia memuhasabah pada amalan-amalan yg terlarang. Kalau ia tahu bahwa ia melakukan sebuah perbuatan terlarang segera ia susul dgn taubat istighfar dan melakukan amalan yg menghapusnya. Lalu memuhasabah diri pada kelalaian kalau ternyata ia telah lalai dari tujuan penciptaan diri segera ia susul dgn dzikrullah dan menghadapkan diri kepada Allah. Lalu ia muhasabah pada tutur kata pada amalan yg kaki melangkah ke suatu tempat atau pada apa yg dilakukan oleh kedua tangan dan pada perkara yg didengar oleh kedua telinganya; apa yg engkau niatkan dgn ini? Demi siapa engkau melakukannya? Bagaimana engkau melakukannya?
Hendak ia pun tahu bahwa pasti akan dihamparkan dua catatan utk tiap gerakan dan kata. Yaitu utk siapa kamu melakukan dan bagaimana kamu melakukannya? Yang pertama adl pertanyaan tentang keikhlasan dan yg kedua adl pertanyaan tentang mutaba’ah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Maka demi Tuhanmu Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yg telah mereka kerjakan dahulu.”
فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ. فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيْهِمْ بِعِلْمٍ وَمَا كُنَّا غَائِبِينَ
“Maka sesungguh Kami akan menanyai umat-umat yg telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguh Kami akan menanyai rasul-rasul . mk sesungguh akan Kami kabarkan kepada mereka sedang mengetahui dan Kami sekali-kali tdk jauh .”
لِيَسْأَلَ الصَّادِقِينَ عَنْ صِدْقِهِمْ وَأَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا أَلِيمًا
“Agar Dia menanyakan kepada orang2 yg benar tentang kebenaran mereka dan Dia menyediakan bagi orang2 kafir siksa yg pedih.”
Jika orang2 yg jujur dita dan dihitung amal mk bagaimana dgn orang2 yg berdusta?
Qatadah rahimahullah mengatakan: “Dua kalimat yg akan dita dengan orang2 terdahulu maupun yg kemudian. Apa yg kalian ibadahi? Dengan apa kamu sambut para rasul? Yakni dita tentang sesembahan dan tentang ibadahnya.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang keni’matan .”
Muhammad ibnu Jarir rahimahullah mengatakan: Allah mengatakan: “Kemudian pasti Allah akan berta kepada kalian tentang ni’mat yg kalian mendapatkan di dunia apa yg kalian lakukan dengannya? Dari jalan mana kalian sampai kepadanya? Dengan apa kalian mendapatkannya? Apa yg kalian perbuat padanya?”
Qatadah rahimahullah mengatakan: Allah Subhanahu wa Ta’ala berta kepada tiap hamba tentang apa yg Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan berupa ni’mat-Nya dan hak-Nya.
Keni’matan yg dita itu ada dua macam:
Pertama ni’mat yg diambil dgn cara yg halal dan dibelanjakan pada hak mk akan dita bagaimana syukurnya.
Kedua ni’mat yg diambil tdk dgn cara yg halal dan dibelanjakan bukan pada hak mk akan dita asal dan kemana dibelanjakan.
Maka jika seorang hamba akan dita dan dihitung segala amal sampai pada pendengaran penglihatan dan qalbu sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلاَ تَقْفُ ماَ لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْيَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كاَنَ عَنْهُ مَسْئُولاً
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yg kamu tdk mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguh pendengaran penglihatan dan hati semua itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
Maka sangatlah pantas ia bermuhasabah atas diri sebelum dita dlm hisab/ perhitungan amal.
Yang menunjukkan wajib bermuhasabah pada jiwa adl firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang2 yg beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah tiap diri memperhatikan apa yg telah diperbuat utk hari esok dan bertakwalah kepada Allah sesungguh Allah Maha Mengetahui apa yg kamu kerjakan.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan: Seseorang dari kalian hendak melihat amalan-amalan yg ia lakukan utk hari kiamat apakah amal shalih yg menyelamatkan ataukah amal jelek yg membinasakannya?
Qatadah rahimahullah mengatakan: Masih saja Allah mendekatkan hari kiamat sehingga menjadikan seolah esok hari.
Maksud dari pembahasan ini adl bahwa kebaikan qalbu adl dgn muhasabah jiwa dan rusak adl dgn melalaikan dan membiarkannya.
Sumber: www.asysyariah.com (ega kosasih)

Biar nggak malas, gimana yah...???

Cara agar tidak malas menurut pandangan bodoh saya adalah jangan suka mengulur-ulur waktu. cara itu mungkin kurang efektif, dan saya mengajak anda untuk membaca artikel Tb. Sjafri Mangkuprawira tentang mengatasi malas.
Mengatasi malas bergantung pada jenis malas dan faktor-faktor penyebab timbulnya malas itu sendiri. Dimensi dan lingkupnya begitu luas. Disini saya batasi dalam konteks malas bekerja saja. Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh orang yang bersifat malas bekerja adalah:

Tahap awal : mengidentifikasi latarbelakang penyebab timbulnya rasa atau sifat malas bekerja.Tiap orang akan memiliki derajad faktor penyebab yang berbeda. Apakah karena faktor intrinsik (dalam diri orang bersangkutan) ataukah ekstrinsik (luar) atau karena faktor kedua-duanya. Kalau dari unsur intrinsik relatif lebih bisa dikendalikan ketimbang unsur ekstrinsik. Beberapa unsur intrinsik adalah pengetahuan, sikap, kemampuan dan pengalaman serta percaya diri dalam memahami makna bekerja.Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut seharusnya mulai timbul “keyakinan” bahwa sifat malas akan dapat diatasi.
Tahap kedua : belajar dengan cara banyak membaca untuk memahami sudut pandang tentang makna bekerja (positif dan negatif). Dari sisi positif, bekerja antara lain dipandang sebagai ibadah, kewajiban sosial, panggilan jiwa, aktualisasi diri, dan sesuatu kegiatan yang menyenangkan. Dari sisi negatif; bisa jadi seseorang memandang bekerja sebagai sesuatu yang membuat susah dan ancaman kesenangan hidup santai dari yang bersangkutan.Seharusnya dilihat dari sudut religius, falsafah hidup, dan rasional, sudut pandang yang dimiliki tentang bekerja adalah dalam sisi positif.
Tahap ketiga : proses pembelajaran yang lebih intensif lagi melalui aktif berkomunikasi dan atau bergaul dengan para ahli dan dengan pekerja keras-cerdas (semacam sosialisasi). Itu sangat membantu untuk meningkatkan pemahaman tentang makna bekerja yang lebih dalam.
Tahap akhir : Dengan hanya membaca, mendengar, dan melihat orang bekerja saja tidaklah cukup. Diperlukan bentuk pembelajaran lainnya yaitu mencoba terjun langsung bekerja khususnya yang sesuai dengan bidang dan kompetensinya. Tentunya dengan niat dan kemauan yang tinggi. Pada awalnya bisa saja orang bersangkutan masih diliputi keraguan atau kecemasan apakah dia akan mampu atau berhasil melakukan sesuatu. Harapannya dari kegiatan yang berulang-ulang itu diperoleh tambahan pengetahuan dan pengalaman bahwa bekerja dengan keras dan cerdas ternyata penuh makna baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Di sisi lain sifat malas dipandang tak ada gunanya. Dengan kata lain lewat pembelajaran akan tumbuh kesadaran, minat, keinginan, dan kegiatan nyata. Sebut saja motivasi untuk bekerja keras dan cerdas secara bertahap akan tumbuh berkembang menjadi perilaku keseharian (terinternalisasi).
Dan tambahan untuk menghilangkan rasa malas belajar.
pertama: harus memahami secara mendalam apa sebenarnya tujuan sebagai pelajar……meningkatkan ilmu pengetahuan….sikap dan ketrampilan…..secara berlanjut…
kedua: memahami secara mendasar bahwa lebih beruntung dan berpeluang sukses dalam kehidupan bila menjadi orang yang berpengetahuan cukup tinggi ketimbang tidak,misalnya apa jadinya kalau kita kurang pandai di segala bidang….
ketiga:sering bergaul dengan saudara-saudara dan teman-teman yang sukses sekolah dan karirnya….dan membaca kisah-kisah sukses seseorang dalam kehidupannya……untuk membangun motivasi belajar anda…..
keempat: menikmati semua pelajaran….anggap saja ketika belajar anda sedang membaca novel kesukaan anda….
kelima: jangan sekali-kali membenci sang guru….berinteraksilah dengan mereka sebagai pengganti orangtua dan bahkan layaknya seorang sahabat….
keenam:menikmati fasilitas belajar semaksimum mungkin dalam suasana hati yang nyaman…tempat bersosialisasi dengan teman-teman pelajar lainnya…..dengan akrab….
ketujuh:sering belajar bersama dengan teman-teman dekat….plus sekali-sekali rileks yang positif…..
kedelapan:buatlah jadwal belajar dan kegiatan rileks secara teratur sebagai pengikat agar anda disiplin belajar…..
Artikel Sumber :
http://ronawajah.wordpress.com/2007/08/21/mengatasi-malas/